“I need a space. I need a time for me, just me and myself.”
Tidak pernah terbayang olehku menjadi ibu itu sesulit ini. Bahkan memiliki waktu untuk diri-sendiri saja aku kesusahan. 24 jam dalam sehari serasa habis sudah untuk mengurus anak (dan suami). Diri-sendiri cuma dapet sisanya. Itu pun kalau tidak ketiduran.
Aku pikir hidupku baru dimulai di atas jam 21.00. Kalau nggak keburu mengantuk, aku menghabiskan sisa waktuku untuk scrolling media sosial, nonton film/series, atau main game. Ya. Tubuhku sudah terlalu lelah untuk melakukan hal lain, seperti menulis atau edit video.
Dari bangun tidur sampai mau tidur lagi waktuku benar-benar kumaksimalkan untuk mengurus anak. Menyiapkan makan, ngajak main, nyuapin anak, mandiin anak, gendongin anak, ngelonin anak, semuaaanya serba ngurusin anak. Tidak punya asisten rumah tangga ataupun suster. Jadi, nggak heran kalau anakku benar-benar lengket sekali denganku. Dia lebih suka nempel sampai untuk sekadar pipis pun sering aku tahan-tahan. Jangan tanya lagi gimana kalau aku sudah kehabisan kesabaran.
Kadang di pertengahan hari aku sudah merasa overwhelmed. Lelah itu pasti. Ditempelin anak itu bener-bener membuatku overstimulation. Apalagi aku termasuk orang yang kurang suka berinteraksi dengan anak kecil. Hard struggle (for me).
Aku masih belajar. Namun, ternyata ada titik lelahnya juga. Aku masih sering menangis di malam hari. Entah itu karena aku merasa lelah, merasa bersalah setelah aku membentak anak, merasa kesal sebab tidak sempat keluar rumah hanya sekadar untuk membeli es krim di Alfamart, merasa sebal karena burnt out.
Sejenak saja aku butuh ruang untuk diriku-sendiri. Sejenak saja aku perlu meluangkan waktu untuk diriku-sendiri. Sejenak saja aku ingin menyadari napas; tarik dan embuskan. Sejenak saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar